Saturday, October 27, 2012

JANJI TERAKHIR


Pagi ini dia datang menemuiku, duduk di sampingku dan tersenyum menatapku. Aku benar-benar tak berdaya melihat tatapan itu, tatapan yang begitu hangat, penuh harap dan selalu membuatku bisa memaafkannya. Aku sadar, aku sangat mencintainya, aku tidak ingin kehilangan dia., meski dia sering menyakiti hatiku dan membuatku menangis. Tidak hanya itu, akupun kehilangan sahabatku, aku tidak peduli dengan perkataan orang lain tentang aku. Aku akan tetap memaafkan Yusuf, meskipun dia sering menghianati cintaku.

“Aku gak tau harus bilang apa lagi, buat kesekian kalinya kamu selingkuh! Kamu udah ngancurin kepercayaan aku!”

Aku tidak sanggup menatap matanya lagi, air mataku jatuh begitu deras menghujani wajahku. Aku tak berdaya, begitu lemas dan Dia memelukku erat.

“Maafin aku Wita, maafin aku! Aku janji gak akan nyakitin kamu lagi. Aku janji Wita. Aku sayang kamu! Please, kamu jangan nangis lagi!”




Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi selain memaafkannya, aku tidak ingin kehilangan Yusuf, aku sangat mencintainya.

Malam ini Yusuf menjemputku, kami akan kencan dan makan malam. Aku sengaja mengenakan gaun biru pemberian Yusuf dan berdandan secantik mungkin. Kutemui Yusuf di ruang tamu, Dia tersenyum, memandangiku dari atas hingga bawah.

“Wita, kamu cantik banget malam ini.”

“Makasih. Kita jadi dinner kan?”

“Ya tentu, tapi Wita, malam ini aku gak bawa mobil dan mobil kamu masih di bengkel, kamu gak keberatan kita naik Taksi?”

“Engga ko, ya udah kita panggil Taksi aja, ayo.”

Dengan penuh semangat aku menggandeng lengan Yusuf. Ini benar-benar menyenangkan, disepanjang perjalanan Yusuf menggenggam erat tanganku, aku bersandar dibahu Yusuf menikmati perjalanan kami dan melupakan semua kesalahan yang telah Yusuf perbuat padaku.

Kami berhenti disebuah Tenda di pinggir jalan. Aku sedikit ragu, apa Yusuf benar-benar mengajakku makan ditempat seperti ini. Aku tahu betul sifat Yusuf, dia tidak mungkin mau makan di warung kecil di pinggir jalan.

“Kenapa Bang? Mienya gak enak?”

“Enggak ko, mienya enak, Cuma panas aja. Kamu gak apa-apa kan makan ditempat kaya gini Wit?”

“Enggak. Aku sering ko makan ditempat kaya gini. Mie ayamnya enak loch. Kamu kunyah pelan-pelan dan nikmati rasanya dalam-dalam.”

Aku yakin, Yusuf gak pernah makan ditempat kaya gini. Tapi sepertinya Yusuf mulai menikmati makanannya, dia bercerita panjang lebar tentang teman-temannya, keluarganya dan banyak hal.
Dua tahun bersama Yusuf bukan waktu yang singkat, dan tidak mudah untuk mempertahankan hubungan kami selama ini. Yusuf sering menghianati aku, bukan satu atau dua kali Yusuf berselingkuh, tapi dia tetap kembali padaku. Dan aku selalu memaafkannya, itu yang membuatku kehilangan sahabat-sahabatku. Mereka benar, aku wanita bodoh yang mau dipermainkan oleh Yusuf. Meskipun kini mereka menjauhiku, aku tetap menganggap mereka sahabatku.
Selesai makan Yusuf nampak kebingungan, dia mencari-cari sesuatu dari saku celananya.
“Apa dompetku ketinggalan di Taksi?”
“Yakin di saku gak ada?”
“Gak ada. Gimana dong?”
“ya udah, pake uang aku aja. Setiap jalan selalu kamu yang traktir aku, sekarang giliran aku yang traktir kamu. Ok!”

“ok. Makasih ya sayang, maafin aku.”

Saat di kampus, aku bertemu dengan Alin dan Flora. Aku sangat merindukan kedua sahabatku itu, hampir empat bulan kami tidak bersama, hingga saat ini mereka tetap sahabat terbaikku. Saat berpapasan, Alin menarik tanganku.

“Wita, kamu sakit? Ko pucet sich?”
Alin bicara padaku, ini seperti mimpi, Alin masih peduli padaku.
“Engga, Cuma capek aja ko Lin. Kalian apa kabar?”

“Jelas capek lah, punya pacar diselingkuhin terus! Lagian mau aja sich dimainin sama cowok playboy kaya Yusuf! Jangan-jangan Yusuf gak sayang sama kamu? Ups, keceplosan.”

“Stop Flo! Kasian Wita! Kamu kenapa sich Flo bahas itu mulu? Wita kan gak salah.”
“Udah dech Alin, kamu diem aja! Harusnya kamu ngaca Nilam! Kenapa kamu diselingkuhin terus!”

Flora bener, jangan-jangan Yusuf gak sayang sama aku, Elga gak cinta sama aku, itu yang buat Yusuf selalu menghianati aku. Selama ini aku gak pernah berfikir ke arah sana, mungkin karena aku terlalu mencintai Yusuf dan takut kehilangan Yusuf. Semalaman aku memikirkan hal itu, aku ragu terhadap perasaan Yusuf padaku. Jika benar Yusuf tidak mencintaiku, aku benar-benar tidak bisa memaafkannya lagi.

Meskipun tidak ada jadwal kuliah, aku tetap pergi ke kampus untuk mengerjakan tugas kelompok. Setelah larut malam dan kampus sudah hampir sepi aku pun pulang. Saat sampai ke tempat parkir, aku melihat Yusuf bersama seorang wanita. Aku tidak bisa melihat wajah wanita itu karena dia membelakangiku. Mungkin Yusuf menghianatiku lagi. Kali ini aku tidak bisa memaafkannya. Mereka masuk ke dalam mobil, aku bisa melihat wanita itu, sangat jelas, dia sahabatku, Flora….

Sungguh, aku benar-benar tidak bisa memaafkan Yusuf. Akan ku pastikan, apa Yusuf akan jujur padaku atau dia akan membohongiku, ku ambil ponselku dan menghubungi Yusuf.
“Hallo, kamu bisa jemput aku sekarang bang?”
“Maaf Wit, aku gak bisa kalo sekarang. Aku lagi nganter kakak, kamu gak bawa mobil ya?”
“Emang kakak kamu mau kemana Yusuf?”
“Mau ke…, itu mau belanja. Sekarang kamu dimana?”
“Yusuf! Sejak kapan kamu mau nganter kakak kamu belanja? Sejak Flora jadi kakak kamu? Hah?!!”
“Wita, kamu ngomong apa sayang? Kamu bilang sekarang lagi dimana?”

“Aku liat sendiri kamu pergi sama Flora ! Kamu gak usah bohongin aku! Kali ini aku gak bisa maafin kamu ! Kenapa kamu harus selingkuh sama Flora ? Aku benci kamu! Mulai sekarang aku gak mau liat kamu lagi! Kita Putus !”

“Wita, ini gak…….”

Kubuang ponselku, kulaju mobilku dengan kecepatan tertinggi, air mataku terus berjatuhan, hatiku sangat sakit, aku harus menerima kenyataan bahwa Yusuf tidak mencintaiku, dia berselingkuh dengan sahabatku.

Beberapa hari setelah kejadian itu aku tidak masuk kuliah, aku hanya bisa mengurung diri di kamar dan menangis. Beruntung Ibu dan Ayah mengerti perasaanku, mereka memberikan semangat padaku dan mendukung aku untuk melupakan Yusuf, meskipun aku tau itu tak mudah. Setiap hari Yusuf datang ke rumah dan meminta maaf, bahkan Yusuf sempat semalaman berada di depan gerbang rumahku, tapi aku tidak menemuinya. Aku berjanji tidak akan memafkan Yusuf, dan janjiku takan kuingkari, tidak seperti janji-janji Yusuf yang tidak akan menghianatiku yang selalu dia ingkari.

Hari ini kuputuskan untuk pergi kuliah, aku berharap tidak bertemu dengan Yusuf. Tapi seusai kuliah, tiba-tiba Yusuf ada dihadapanku.

“Maafin aku Wita! Aku sama Flora gak ada hubungan apa-apa. Aku Cuma nanyain tentang kamu ke dia Wita!

“Kita udah putus Yusuf! Jangan ganggu aku lagi! Sekarang kamu bebas! Kamu mau punya pacar Tujuh juga bukan urusan aku!”

“Tapi Wita…..”

Aku berlari meninggalkan Yusuf, meskipun aku sangat mencintainya, aku harus bisa melupakannya. Yusuf terus mengejarku dan mengucapkan kata maaf. Tapi aku tak pedulikan dia, aku semakin cepat berlari dan menyebrangi jalan raya. Ketika sampai di seberang jalan, terdengar suara tabrakan, dan…………

“Yusufff...…..”

Yusuf tertabrak mobil saat mengejarku, dia terpental sangat jauh. Mawar merah yang ia bawa berserakan bercampur dengan merahnya darah yang keluar dari kepala Yusuf.

“Yusuf, maafin aku!”

“Yusuf. Ma-af ma-af a-ku jan-ji jan-ji ga sa-ki-tin ka-mu la-gi a-ku cin-ta ka-mu a-ku ma-u ni-kah sa-ma kam……”

“Yusuuuuff……”
Yusuf meninggal saat itu juga, ini semua salahku, jika aku mau memaafkan Yusuf semua ini takan terjadi. Sekarang aku harus menerima kenyataan ini, kenyataan yang sangat pahit yang tidak aku inginkan, yang tidak mungkin bisa aku lupakan. Yusuf menghembuskan nafas terakhirnya dipelukanku, disaat terakhir dia berjanji takan menyakitiku lagi, disaat dia mengatakan mencintaiku dan ingin menikah denganku. Dia mengatakan semuanya disaat meregang nyawa ketika menahan sakit dari benturan keras, ketika darahnya mengalir begitu deras membasahi aspal jalanan.
Rasanya ingin sekali menemani Yusuf didalam tanah sana, menemaninya dalam kegelapan, kesunyian, kedinginan, aku tidak bisa berhenti menangis, menyesali perbuatanku, aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri.

Satu minggu setelah Yusuf meninggal, aku masih menangis, membayangkan semua kenangan indah bersama Yusuf yang tidak akan pernah terulang lagi. Senyuman Yusuf, tatapan Yusuf, takan pernah bisa kulupakan.

“Wita sayang, ini ada titipan dari Ibunya Yusuf. Kamu jangan melamun terus dong! Kamu harus bangkit! Biar Yusuf tenang di alam sana. Ibu yakin kamu bisa!”

“Ini salah aku Bu. Aku butuh waktu.”

Kubuka bingkisan dari Ibu Yusuf, didalamnya ada kotak kecil berwarna merah, mawar merah yang telah layu dan amplop berwarna merah. Didalam kotak merah itu terdapat sepasang cincin. Aku pun menangis kembali dan membuka amplop itu.

Dear Wita...,
Wita sayang, maafin aku, aku janji gak akan nyakitin kamu, aku sangat mencintai kamu, semua yang udah aku lakuin itu buat ngeyakinin kalo Cuma kamu yang terbaik buat aku, Cuma kamu yang aku cinta.
Aku harap, kamu mau nemenin aku sampai aku menutup mata, sampai aku menghembuskan nafas terakhirku. Dan cincin ini akan menjadi cincin pernikahan kita.
Aku sangat mencintaimu, aku tidak ingin berpisah denganmu Wita.

Love You Yusuf
Air mataku mengalir semakin deras dari setiap sudutnya, kupakai cincin pemberian Yusuf, aku berlari menghampiri Ibu dan memeluknya.

“Bu, aku udah nikah sama Yusuf!”
“Wita, kenapa sayang?”
“Ini!” Kutunjukan cincin pemberian Yusuf dijari manisku.
“Wita, kamu butuh waktu nak. Kamu harus kuat!”
“Sekarang aku mau cerai sama Yusuf Bu!” kulepas cincin pemberian Yusuf dan memberikannya pada Ibu.
“Aku titip cincin pernikahanku dengan Yusuf Bu! Ibu harus menjaganya dengan baik!”
Ibu memeluku erat dan kami menangis bersama-sama.


*****

No comments:

Post a Comment